Makalah Dasar-dasar dikjas



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Arti pendidikan sangat beragam. Definisi atau pengertian pendidikan antara seorang ahli dan yang lainya tidaklah sama. Apalagi ahli-ahli pada zaman dahulu dan zaman sekarang. Berikut beberapa definisi pendidikan menurut para ahli:
Menurut Prof. Dr. John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pengalaman. Karena kehidupan adalah pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan seseorang.
1.2.      RUMUSAN MASALAH
ü  Apa saja efek dari olahraga.?
ü  Apa saja olahraga yang dikenal.?
ü  Bagaimana cara penjegahannya.?
1.3.            TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan Pendidikan akan menentukan kearah mana anak didik akan dibawa. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia.  Tujuan pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu menurut islam dan tujuan pendidikan secara umum.
1.4.      MENURUT UNDANG-UNDANG
ü  UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang
ü  UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.




BAB II
SEJARAH OLAHRAGA DAN PENJAS DI INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN
2.1.           SEJARAH
Pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta telah terbentuk Persatuan Sepakbola yang bersifat kebangsaan yang bernama Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia , disingkat PSSI dengan ketuanya Ir. Soeratin Sosrosugondo. Pembentukan persatuan nasional tersebut merupakan tindakan dari kalangan bangsa Indonesia, karena ingin mengatur oganisasinya sendiri. PSSI sejak tahun 1931 menyelenggarakan kompetisi tahunan antar kota/anggota, dan tidak ikut serta dalam pertandingan-pertandingan antar kota yang diadakan oleh Belanda.
Berkat perkembangannya yang baik, pada tahun 1938 pihak Belanda melalui persatuan sepakbolanya, Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) mengadakan pendekatan dan kerjasama dengan PSSI. Jejak sepakbola ini dituruti oleh cabang olahraga Tennis dengan berdirinya Persatuan Lawn tennis Indonesia (PELTI) pada tahun 1935 di semarang. Berkedudukan di Jakarta (waktu itu bernama Batavia), pada tahun 1938 lahirlah Ikatan Sport Indonesia dengna singkatan ISI, satu-satunya badan olahraga yang bersifat nasional dan berbentuk federasi. Maksud dan tujuannya adalah untuk membimbing, menghimpun dan mengkoordinir semua cabang olahraga, antara lain PSSI,
PELTI dan Persatuan Bola Keranjang Seluruh Indonesia (PBKSI), yang didirikan pada tahun 1940. ISI sebagai koordinator cabang-cabang olahraga pada tahun 1938 pernah mengadakan Pekan Olahraga Indonesia , yang dikenal dengan nama ISI – Sportweek, pekan olahraga ISI.
Serangan Jepang secara mendadak pada tanggal 8 Desember 1941 terhadap Pearl Harbour (Pelabuhan Mutiara) menimbulkan perang Pasifik. Dengan masuknya Jepang ke Indonesia pada bulan Maret 1942, ISI oleh sebab berbagai kesulitan dan rintangan, tidak bisa menggerakkan aktivitasnya sebagaimana mestinya. Pada zaman Jepang gerakan keolahragaan ditangani oleh suatu badan yang bernama GELORA, singkatan dari gerakan Latihan Olahraga , yang terbentuk pada masa itu. Tidak banyak peristiwa olahraga penting tercatat pada zaman Jepang selama tahun 1942 – 1945, oleh karena peperangan terus berlangsung dengan sengit dan kedudukan tentara Nipon terus pula terdesak. Dengan sendirinya perhatian Pemerintah militer Jepang tidak dapat diharapkan untuk memajukan kegiatan olahraga di Indonesia. Dengan runtuhnya kekuasaan Jepang pada bulan Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia membuka jalan selebar-lebarnya bagi bangsa kita untuk menangani semua kegiatan olahraga di tanah air sendiri.



Kegiatan-kegiatan ini pada awal kemerdekaan belum dapat digerakkan sepenuhnya, disebabkan perjuangan bangsa kita dalam mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan yang baru direbut itu, mendapat cobaan dan ujian. Sebagai akibatnya timbullah pertempuran di berbagai tempat, yang menjadi penghalang besar dalam mengadakan aktivitas keolahragaan secara tertib dan teratur. Namun demikian, berkat usaha keras para tokoh olahraga kita, pada bulan Januari 1946, bertempat di Habiprojo di kota Solo diadakan kongres olahraga yang pertama di alam kemerdekaan. Berhubung dengan suasana pada masa itu, hanya dihadiri oleh tokoh-tokoh olahraga dari pulau Jawa saja.
Kongres tersebut berhasil membentuk suatu badan olahraga dengan nama Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) dengan susunan pengurus sebagai berikut:
1.      Ketua Umum : Mr. Widodo Sastrodiningrat
2.      Wakil Ketua Umum : Dr. Marto Husodo
3.      Sumali Prawirosoedirdjo
4.      Sekretaris I : Sutardi Hardjolukito
5.      Sekretaris II : Sumono
6.      Bendahara I : Siswosoedarmo
7.      Bendahara II : Maladi
8.      Anggota : Ny. Dr. E. Rusli Joemarsono
9.      Ketua Bagian Sepakbola : Maladi
10.  Ketua Bagian Basketball (sementara) : Tonny Wen
11.  Ketua Bagian Atletik : Soemali Prawirosoedirdjo
12.  Ketua Bagian Bola Keranjang : Mr. Roesli
13.  Ketua Bagian Panahan : S. P. Paku Alam
14.  Ketua Bagian Tennis : P. Sorjo Hamidjojo
15.  Ketua Bagian Bulutangkis : Sudjirin Tritjondrokoesoemo
16.  Ketua Bagian Pencak Silat : Mr. Wongsonegoro
17.  Ketua Bagian Gerak Jalan : Djuwadi
18.  Ketua Bagian Renang (semengara) : Soejadi
19.  Ketua Bagian Anggar/Menembak : Tjokroatmodjo
20.  Ketua Bagian Hockey : G. P. H. Bintoro
21.  Ketua Bagian Publikasi : Moh. Soepardi
Dalam kongres ini mulanya dimajukan dua nama lainnya, yang akan diberikan kepada badan olahraga yang bakal dibentuk itu, yaitu ISI dan GELORA. Keduanya tidak terpilih dan sebagai kesimpulan rapat, diremikanlah berdirinya PORI dengan pengakuan Pemerintah, sebagai satu-satunya badan resmi persatuan olahraga, yang mengurus semua kegiatan olahraga di Indonesia. Fungsinya sama dengan ISI.
Sesuai dengan fungsinya, PORI adalah juga sebagai koordinator semua cabang olahraga dan khusus mengurus kegiatan-kegiatan olahraga dalam negeri. Dalam hubungan tugas keluar, berkaitan dengan Olimpiade dan International Olympic Committee (IOC), Presiden R.I. telah melantik Komite Olympiade Republik Indonesia (KORI) yang diketuai oleh Sultan Hamengku Buwono IX dan berkedudukan di Yogyakarta.
Bagi Indonesia telah tiba saatnya untuk menempuh langkah-langkah seperlunya, agar negara kita dapat ikut serta di Olimpiade – London pada tahun 1948. Olimpiade yang ke 14 ini adalah yang pertama setelah perang dunia kedua usai dan sejak tahun 1940 terpaksa ditiadakan selama delapan tahun. Usaha Indonesia untuk mendapat tiket ke
London banyak menemui kesulitan. Setelah agresi pertama dilancarkan Belanda pada tanggal 21 Juli 1947, Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim terbang ke Lake Succes dan di forum Internasional (baca Sidang Umum PBB) kedua negarawan dan diplomat ulung ini dengan gigih memperjuangkan pengakuan dunia atas kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
PORI sebagai badang olahraga resmi di Indonesia belum menjadi anggota, International Olympic Committee (IOC), sehingga para atlet yang bakal dikirim tidak dapat diterima berpartisipasi dalam peristiwa olahraga sedunia. Pengakuan dunia atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia yang belum diperoleh pada waktu itu menjadi penghalang besar dalam usaha menuju London. Paspor Indonesia tidak diakui oleh
Pemerintah Inggris, bahwa atlet-atlet Indonesia bisa ikut ke London dengan memakai paspor Belanda, tidak dapat diterima, karena kita hanya mau hadir di London dengan mengibarkan Dwi Warna Sangsaka Merah Putih. Alasan yang disebut belakangan inilah juga menyebabkan rencana kepergian beberapa anggota pengurus besar PORI ke London menjadi batal.
Masalah ini telah dibahas oleh konferensi darurat pada tanggal 1 Mei 1948 di Solo.
Mengingat dan memperhatikan pengiriman para atlet dan beberapa anggota pengurus besar PORI ke London sebagai peninjau tidak membawa hasil seperti diharapkan semla konferensi sepakat untuk mengadakan pekan olahraga, yang direncanakan berlangsung pada bulan Agustus/September 1948 di Solo. PORI ingin menghidupkan kembali Pekan Olahraga yang pernah diadakan ISI pada tahun 1938, terkenal dengan nama ISI sportweek, Pekan Olahraga ISI. Kongres olahraga pertama diadakan di Solo pada tahun 1946 yang berhasil membentuk PORI.



Ditilik dari penyediaan sarana olahraga, Solo dapat memenuhi persyaratan pokok, dengan adanya stadion Sriwedari serta kolam renang, dengan catatan Sriwedari pada masa itu, termasuk yang terbaik di Indonesia. Tambahan pula pengurus besar PORI berkedudukan di Solo dan hal-hal demikianlah menjadi bahan-bahan pertimbangan bagi konferensi untuk menetapkan kota Solo sebagai kota penyelenggara Pekan Olahraga nasional Pertama (PON I) pada tanggal 8 s/d 12 September 1948.
Dengan mengemukakan hal-hal yang telah diuraikan di atas, kota Solo jelas telah menulis suatu riwayat di bidang olahraga dan hal ini akan terpatri sepanjang masa dalam sejarah bangsa Indonesia. Menggembirakan, karena juga di bidang lain, kota Solo telah menulis riwayatnya. Komponis terkenal Gesang, telah menggubah sebuah lagu, yang sangat laris pada zamannya, Bengawan Solo, riwayatmu ini. Kota Solo dengan berbagai riwayatnya telah menjadi kota kenangan, harus selalu dikenang, baik di bidang olahraga, maupun di bidang kesenian dan kebudayaan
Maksud dan tujuan penyelenggaraan PON I adalah untuk menunjukkan kepada dunia luar, bahwa bangsa Indonesia, di tengah-tengah dentuman meriam, dalam keadaan daerahnya dipersempit sebagai akibat Perjanjian Renville, tegasnya dalam keadaan darurat, masih dapat membuktikan, sanggup menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, yang berbeda-beda suku dan agamanya, akan tetapi tetap bersatu kokoh dalam Bhinneka Tunggal Ika.



BAB III
PENUTUP
3.1.       KESIMPULAN
            Olahraga itu sadah di kenal dari zaman dulu baik dari masa penjajahan hingga sekaran. Olahraga pada masa dulu sudah ada tapi dipergunakan hanya tertentu saja, pada masa itu mereka sudah mengenal berbagai macam jenis olahraga seperti : memanah main sepak bola dll.
            Pencegahannya harus berlatih dengan sungguh – sungguh supaya akan menang di setiap pertandingan dan menjaga kesehatan.
3.2.      SARAN
ü  Para atlit harus menjaga kesehatan supaya sehat selalu dalam berolahraga.
ü  Periksalah kesehatan setelelah bertanding
ü  Makan makanan yang bergizi.
           

0 komentar:

Posting Komentar

Total Pageviews

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

FOLLOW & LIKE DULU GAN!



[X] CLOSE
+Gett

About