BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah yang
sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional remaja adalah
ketidak seimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual mereka telah
dirangsang sejak awal melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang
disiapkan di rumah dan di sekolah dengan berbagai media. Mereka telah dibanjiri
informasi berbagai informasi, pengertian-pengertian, serta konsep-konsep
pengetahuan melalui media massa (televise, video, radio, dan film) yang
semuanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan para remaja sekarang.
1.2. Rumusan Masalah
1.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Emosi
Emosi adalah
sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran
jiwa ( a strid up state ) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah
terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut Crow & crow
(1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an affective
experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological
stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt
behavior.”
Jadi emosi
adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu
tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Menurut James & Lange , bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.
2.2. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik
Menurut James & Lange , bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.
2.2. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik
Dibawah ini
adalah beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu di
antaranya sebagai berikut:
a) Memperkuat
semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai.
b) Melemahkan
semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari
keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi)
c) Menghambat
atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi
dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
d) Terganggu
penyesuaian social, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
e) Suasana
emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengarui
sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain. (Yusuf, 2004 : 115)
Sedangkan perubahan emosi terhadap
perubahan fisik (jasmani) antara lain a : (1) reaksi elektris pada kulit:
meningkat bila terpesona, (2) peredaran darah: bertambah cepat bila marah, (3)
denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut, (4) pernapasan: bernapas panjang
kalau kecewa, (5) pupil mata: membesar mata bila marah, (6) liur: mengering
kalau takut atau tegang, (7) bulu roma: berdiri kalau takut, (8) pencernaan:
mencret-mencret kalau tegang, (9) otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan
otot menegang atau bergetar (tremor), (10) komposisi darah: komposisi darah
akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih
aktif. (Sunarto, 2002:150)
2.3. Karakteristik Perkembangan Emosi
2.3. Karakteristik Perkembangan Emosi
Secara
tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu
masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada
dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa
kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu.
Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan sosial yang baru. (Hurlock, 2002 :213).
Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan sosial yang baru. (Hurlock, 2002 :213).
Pola emosi
remaja adalah sama dengan pola emosi kanak-kanak. Jenis emosi yang secara
normal dialami adalah cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas,
cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaan yang terlihat terletak pada macam dan
derajat rangsangan yang mengakibatkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian
yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi remaja.
A. Cinta/kasih
sayang
Faktor penting
dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan
kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima
cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah sikap menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali karena mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.
Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah sikap menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali karena mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.
Tidak ada remaja
yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa mendapatkan cinta dari orang lain.
Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun
kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja
yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap permusuhan
besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak
disadari. (Sunarto, 2002:152)
Kebutuhan akan
kasih sayang dapat diekspresikan jika seseorang mencari pengakuan dan kasih
sayang dari orang lain, baik orang tua, teman dan orang dewasa lainnya. Kasih
sayang akan sulit untuk dipuaskan pada suasana yang mobilitas tinggi. Kebutuhan
akan kasih sayang dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan yang lain.
Kasih sayang merupakan keadaan yang dimengerti secara mendalam dan diterima dengan
sepenuh hati, kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan kasih sayang
merupakan penyebab utama dari gangguan emosional (Yusuf , 2005:206)
B. Gembira
dan bahagia
Perasaan gembira
dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat perhatian
dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan takut atau tingkah problema
lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila segala
sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan
jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya
itu mandapat sambutan oleh yang dicintai.
Perasaan bahagia
ini dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu. Bahagia muncul karena
remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses dan
memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari
terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya.
C. Kemarahan
dan Permusuhan
Sejak masa
kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai dan
memiliki kebebasan sebagai soerang pribadi yang mandiri. Rasa marah merupakan
gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang
menonjolkan dalam perkembangan kepribadian.
Dalam upaya
memahami remaja, ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa
marah.
1. Adanya
kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki
dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Selama masa remaja, fungsi marah terutama
untuk melindungi haknya untuk menjadi independent, dan menjamin hubungan antara
dirinya dan pihak lain yang berkuasa.
2. Pertimbangan
penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya
merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi
juga mempunyai sikap-sikap di mana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan
yang meliputi kemarahan masa lalu. Sikap permusuhan berbentuk dendam,
kesedihan, prasangka, atau kecendrungan untuk merasa tersiksa. Sikap permusuhan
tanpak dalam cara-cara yang bersifat pura-pura; remaja bukannya menampakkan
kemarahan langsung tetapi remaja lebih menunjukkan keinginan yang sangat besar.
3. Perasaan
marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam bentuk yang
samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai alat kemarahan.
4. Kemarahan
mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan
yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami. (Sunarto, 2002:154)
D. Ketakutan
dan Kecemasan
Menjelang anak
mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang
mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa
takut yang terdahulu telah teratasi, tetapi banyak yang masih tetap ada. Banyak
ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan dan rasa berani yang
bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Remaja seperti
halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi
ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Tidak ada seorangpun yang
menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya
cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah terhadap rasa
takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia tidak berani
mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu.
Rasa takut yang
disebabkan otoriter orang tua akan menyebabkan anak tidak berkembang daya
kreatifnya dan menjadi orang yang penakut, apatis, dan penggugup. Selanjutnya
sikap apatis yang ditimbulkan oleh otoriter orang tua akan mengakibatkan anak
menjadi pendiam, memencilkan diri, tak sanggunp bergaul dengan orang lain
(Willis, 2005:57)
E. Frustasi
dan Dukacita
Frustasi
merupakan keadaan saat individu mengalami hambatan-hambatan dalam pemenuhan
kebutuhannya, terutama bila hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri.
Konsekuensi frustasi dapat menimbulkan perasaan rendah diri.
Dukacita merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu berat, tetapi mengganggu individu. Keadaan ini terjadi bila kehilangan sesuatu atau seseorang yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang panjang dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup serius hingga depresi.(http://www.kompas.com/kompas-cetak/htm)
Biehler (1972) dalam (Sunarto, 2002:155) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12–15 tahun dan usia 15–18 tahun
Dukacita merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu berat, tetapi mengganggu individu. Keadaan ini terjadi bila kehilangan sesuatu atau seseorang yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang panjang dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup serius hingga depresi.(http://www.kompas.com/kompas-cetak/htm)
Biehler (1972) dalam (Sunarto, 2002:155) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12–15 tahun dan usia 15–18 tahun
1.
Ciri-ciri emosional remaja usia 12-15 tahun :
a) Pada
usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka.
b) Siswa
mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya
diri.
c) Ledakan-ledakan
kemarahan mungkin saja terjadi.
d) Seorang
remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya
sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri.
e) Remaja
terutama siswa-siswa SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara
lebih obyektif.
2. Ciri-ciri emosional remaja usia 15–18 tahun
ü Pemberontakan’
remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal
dari masa kanak-kanak ke dewasa.
ü Karena
bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan
orang tua mereka.
ü Siswa
pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di
antara mereka terlalu tinggi menafsirkan kemampuan mereka sendiri dan merasa
berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
ü Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 2002: 154). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 2002: 154). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Untuk mencapai
kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang
dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan
pelbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan
masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan
sebagian oleh tingkat kesukaannya pada “orang sasaran” (Hurlock, 2002:213).
Metode belajar
yang menunjang perkembangan emosi antara lain :
ü Belajar
dengan coba-coba
ü Belajar
dengan cara meniru
ü Belajar
dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)
ü Belajar
melalui pengkondisian
ü Belajar
dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi
(Sunarto,
2002:158)
a)
Hubungan Antara Emosi
Dan Tingkah Laku Serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku.
Rasa takut dan
marah dapat menyebabkan seorang gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering,
cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah, sistem pencernaan mungkin
berubah selama permunculan emosi. Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks
berfungsi sebagai alat pembantu untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak enak
menghambat pencernaan.
Gangguan emosi
dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Hambatan-hambatan dalam berbicara
tertentu telah ditemukan bahwa tidak disebabkan oleh kelainan dalam organ
berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang
menjadi gagap.
Sikap takut,
malu-malu merupakan akibat dari ketegangan emosi dan dapat muncul dengan
hadirnya individu tertentu. Karena reaksi kita yang berbeda-beda terhadap
setiap orang yang kita jumpai, maka jika kita merespon dengan cara yang sangat
khusus terhadap hadirnya individu tertentu akan merangsang timbulnya emosi
tertentu.
Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga berdampak negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih sayang, ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Dengan demikian dialog antara orang tua dengan remaja sering terjadi. Dalam dialog tersebut mereka akan mengungkapkan keresahan, tekanan batin, cita-cita, keinginan, dan sebagainya. Akhirnya jiwa remaja akan makin tenang. Jika demikian maka remaja akan mudah diajak untuk bekerja sama dalam rangka mengajukan dirinya dibidang pendidikan dan karir (Willis,2005:22)
Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga berdampak negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih sayang, ramah, dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Dengan demikian dialog antara orang tua dengan remaja sering terjadi. Dalam dialog tersebut mereka akan mengungkapkan keresahan, tekanan batin, cita-cita, keinginan, dan sebagainya. Akhirnya jiwa remaja akan makin tenang. Jika demikian maka remaja akan mudah diajak untuk bekerja sama dalam rangka mengajukan dirinya dibidang pendidikan dan karir (Willis,2005:22)
b)
Perbedaan Individual
Dalam Perkembangan Emosi
Dengan
meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena
mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang
berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan
lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka,
emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu
diekspresikan secara lebih terbuka.
Oleh sebab itu,
ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda. Perbedaan itu sebagian
disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan
intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan. Anak yang
sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang sehat.
Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang pandai
bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkn dengan
anak-anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya, mereka juga cenderung lebih
mampu mengendalikan ekspresi emosi.
Ditinjau
kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok keluarga, anak laki-laki lebih
sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin
mereka. Misalnya marah bagi laki-laki, dibandingkan dengan emosi takut, cemas,
dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan. Rasa cemburu dan
marah lebih umum terdapat di kalangan keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih
umum umum terdapat di kalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan marah
juga lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan
anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.
c)
Upaya Pengembangan dan
Pengelolaan Emosi serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Rasa marah,
kesal, sedih atau gembira adalah hal yang wajar yang tentunya sering dialami
remaja meskipun tidak setiap saat. Pengungkapan emosi itu ada juga aturannya.
Supaya bisa mengekspresikan emosi secara tepat, remaja perlu pengendalian
emosi. Akan tetapi, pengendalian emosi ini bukan merupakan upaya untuk menekan
atau menghilangkan emosi melainkan:
a. Belajar
menghadapi situasi dengan sikap rasional
b. Belajar
mengenali emosi dan menghindari dari penafsiran yang berlebihan terhadap
situasi yang dapat menimbulkan respon emosional. Untuk dapat menanfsirkan yang
obyektif, coba tanya pendapat beberapa orang tentang situasi tersebut.
c. Bagaimana
memberikan respon terhadap situasi tersebut dengan pikiran maupun emosi yang
tidak berlebihan atau proporsional, sesuai dengan situasinya, serta dengan cara
yang dapat diterima oleh lingkungan social.
d. Belajar
mengenal, menerima, dan mngekspresikan emosi positif (senang, sayang, atau
bahagia dan negative (khawatir, sedih, atau marah)
Kegagalan
pengendalian emosi biasanya terjadi karena remaja kurang mau bersusah payah
menilai sesuatu dengan kepala dingin. Bawaannya main perasaan. Kegagalan
mengekspresikan emosi juga karena kurang mengenal perasaan dan emosi sendiri
sehingga jadi “salah kaprah” dalam mengekspresikannya.
Karena itu,
keterampilan mengelola emosi sangatlah perlu agar dalam proses kehidupan remaja
bisa lebih sehat secara emosional. Keterampilan mengelola emosi misalnya
sebagai berikut:
a. Mampu
mengenali perasaan yang muncul
b. Mampu
mengemukakan perasaan dan dapat menilai kadar perasaan
c. Mampu
mengelola perasaan
d. Mampu
mengendalikan diri sendiri
e. Mampu
mengurangi stress.
Dalam keseharian
remaja juga harus berlatih untuk melakukan dialog dengan diri sendiri dalam
menghadapi setiap masalah, bersikap positif dan optimistis, serta mampu
mengembangkan harapan yang realistis. Remaja juga harus mampu menafsirkan
isyarat-isyarat social. Artinya, mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku
remaja dan melihat dampak perilaku remaja, baik terhadap diri sendiri maupun
masyarakat dimana remaja berada. Remaja juga harus dapat memilih
langkah-langkah yang tepat dalam setiap penyelesaian masalah yang remaja hadapi
dengan mempertimbangkan resiko yang akan terjadi (http://www.kompas.com/kompas-cetak/htm).
Meskipun
demikian, pendekatan dan pemecahan dari pendidikan merupakan salah satu jalan
yang paling strategis, karena bagi sebagaian besar remaja bersekolah dengan
para pendidikan, khususnya gurulah yang paling banyak mempunyai kesempatan
berkomunikasi dan bergaul.
Dalam kaitannya
dengan emosi remaja awal yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka
satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam
pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh
tanggung jawab. Guru-guru dapat membantu mereka yang bertingkah laku kasar
dengan jalan mencapai keberhasilan dalam pekerjaan sekolah sehingga mereka
menjadi anak yang lebih tenang dan lebih mudah ditangani. Salah satu cara yang
mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.
Apabila ada
ledakan kemarahan sebaiknya kita memperkecil ledakan emosi tersebut, misalnya
dengan jalan tindakan yang bijaksana dan lemah lembut, mengubah pokok
pembicaraan, dan memulai aktivitas baru. Jika kemarahan siswa tidak juga reda,
guru dapat meminta bantuan kepada petugas bimbingan penyuluhan. Dalam diskusi
kelas, tekankan pentingnya memperhatikan pandangan orang lain dalam
meningkatkan pandangan sendiri. Kita hendaknya waspada terhadap siswa yang
sangat ambisisus, berpendirian keras, dan kaku yang suka mengintimidasi
kelasnya sehingga tidak ada seseorang yang berani tidak sependapat dengannya.
Pemberian
tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar menimbang,
memilih dan mengambil keputusan yang tepat akan sangat menunjang bagi pembinaan
kepribadiannya. Cara yang paling strategis untuk ini adalah apabila para pendidik
terutama para orang tua dan guru dapat menampilkan pribadi-pribadinya yang
dapat merupakan objek identifikasi sebagai pribadi idola para remaja.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
d)
Emosi adalah warna
afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Emosi adalah
pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang
keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
e)
Jenis emosi yang secara
normal dialami antara lain: cinta, gembira, marah, takut, cemas, sedih dan
sebagainya.
f)
Sejumlah penelitian
tentang emosi remaja menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung
kepada faktor kematangan dan faktor belajar.
g)
Suasana emosional yang
penuh tekanan di dalam keluarga berdampak negatif terhadap perkembangan remaja.
Sebaliknya suasana penuh kasih sayang, ramah, dan bersahabat amat mendukung
pertumbuhan remaja menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap keluarga. .
h)
Dengan meningkatnya
usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah
mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun
emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya.
i)
Dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan, guru dapat melakukan beberapa upaya dalam pengembangan emosi
remaja misalnya: konsisten dalam pengelolaan kelas, mendorong anak bersaing
dengan diri sendiri, pengelolaan diskusi kelas yang baik, mencoba memahami
remaja, dan membantu siswa untuk berprestasi.
j)
Pemberian tugas - tugas
yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar menimbang, memilih dan
mengambil keputusan yang tepat akan sangat menunjang bagi pembinaan
kepribadiannya. Cara yang paling strategis untuk ini adalah apabila para pendidik
terutama para orang tua dan guru dapat menampilkan pribadi-pribadinya yang
dapat merupakan objek identifikasi sebagai pribadi idola para remaja.
DAFTAR
PUSTAKA
Anda Juanda (2006), Pengembangan
Nilai-Nilai Afektif pada Remaja melalui Pendidikan Keluarga. http://www.pages-yourfavorite.com/ppsupi/
abstrakpu2004.html
Chatarina Wahyurini & Yahya
Ma’shum (2006), Iiih … Emosi Banget Deh.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/26/muda/933870.htm)
Hurlock, E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Hurlock, E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Sunarto & Agung, Hartono.
(2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta Syamsudin, Abin
M. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Willis, Sofyan. (2005). Remaja dan
Masalahnya. Bandung : Alfabeta
Yusuf, Syamsu & Nurihsan,
Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya
Yusuf, Syamsu (2004). Psikologi
Perkembangan Anak & Remaja. Bandung. Remaja Rosda Karya.
0 komentar:
Posting Komentar